Senin, 25 Juli 2011

XENOTRANSPLANTASI

XENOTRANSPLANTASI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bioteknologi Hewan
Dosen Pengampu : Nurpuji Mumpuni, S.Si.,M.Kes.




Oleh :
Joko Setiyono




PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011

XENOTRANSPLANTASI
A. Sejarah
Kata transplantasi berasal dari bahasa inggris to transplant, yang berarti to move from one place to another. Dalam ilmu kedokteran, transplantasi diartikan sebagai pemindahan jaringan atau organ dari satu tempat ke tempat lain. Pada awalnya „tempat‟ dalam pengertian ini adalah tubuh manusia, tetapi dalam perkembangannya, tempat tersebut bisa berarti tubuh manusia dan atau tubuh binatang. Yang dipindahkan adalah bagian tubuh manusia atau binatang, seperti jaringan dan organ. Jaringan merupakan kumpulan sel (bagian terkecil dari individu) yang sama dan mempunyai fungsi tertentu, misalnya jaringan kornea mata. Organ merupakan kumpulan jaringan dan mempunyai fungsi berbeda sehingga organ merupakan satu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu, misalnya ginjal, jantung, hati, dan sebagainya.
Kelangkaan organ tubuh manusia yang siap ditransplantasikan ke para penderita yang membutuhkannya memaksa para ahli organ donor yang berasal dari binatang. Organ donor yang dicari juga organ tubuh secara langsung seperti jantung, ginjal, hati, dan sumsum tulang, maupun jaringan atau sel-sel tertentu. Transplantasi organ binatang ke tubuh manusia dikenal sebagai xenotransplantasi. Sampai saat ini, transplantasi lintas spesies tersebut menimbulkan pro dan kontra ditinjau dari berbagai aspek kehidupan seperti sains (klinis), social dan bioetika (termasuk agama di dalamnya).
Sejarah transplantasi lintas spesies tercatat pertama kali di awal abad 20. Ketika itu pernah dilakukan transplantasi organ ginjal dari jenis binatang satu ke jenis binatang lainnya secara silang pada kelinci, babi, kambing, domba, dan primata. Percobaan tersebut gagal total. Beberapa primata penyebab kegagalan itu telah diidentifikasi, antara lain tidak adanya hubungan genetik di antara binatang tersebut; dan ukuran tubuh berbeda. Sejak itu, tidak pernah dijumpai lagi percobaan transplantasi lintas spesies sampai tahun 1963.
Selanjutnya, xenotransplantasi sebagai upaya mencangkokan organ binatang ke manusia pun dimulai, Keith Reemtsma dan kawan-kawan dari Thulane University berhasil melakukan transplantasi ginjal simpase ke sejumlah resipien manusia. Pasien yang sanggup bertahan hidup paling lama adalah seorang wanita yang bekerja sebagai guru. Dengan ginjal simpanse tersebut, ia dapat mempertahankan kehidupannya selama sekitar sembilan bulan lagi dan dilaporkan meninggal karena penyakit lain; bukan akibat dari reaksi penolakan atau reaksi imunologis. Ahli lain, Thomas Starzl, dari University of Colorado melakukan enam kali transplantasi ginjal baboon ke manusia. Semua pasiennya mampu bertahan hidup sekitar 19-98 hari. Dalam kedua contoh diatas, simpanse dan baboon digunakan karena kedua binatang tersebut memiliki kedekatan genetik dengan manusia (sesama golongan primata). Organ dari dua binatang ini pula yang pada tahap perkembangan xenotransplantasi selanjutnya digunakan sebagai organ donor.
Xenotransplantasi organ jantung pertama kali dilakukan oleh James Hardy dan kawan-kawan dari University of Mississippi Medical Center pada tahun 1964. Mereka melakukan pencangkokan jantung simpase ke manusia. Ukuran jantung simpase itu ternyata terlalu kecil untuk dapat menunjang sistem sirkulasi darah pada pasien (manusia). Akibatnya, jantung itu hanya berfungsi selama 2 jam. Sejak saat itu, xenotransplantasi telah dilakukan delapan kali. Lima kali tindakan dilakukan dengan menggunakan jantung primata (tiga simpase dan dua baboon) dan tiga lainnya menggunakan organ dari ternak (satu domba dan dua babi). Ini adalah langkah awal xenotransplantasi dari organ binatang non primata.
Leonard Bailey, seorang dokter spesialis bedah dari Loma Linda University, telah berhasil mengganti jantung Fae (penderita kelainan jantung bawaan sejak kecil) dengan jantung baboon. Dia adalah pasien terlama yang bisa bertahan hidup. Fae mampu bertahan hidup sampai 20 hari setelah operasi. Sebelum melakukan transplantasi jantung baboon pada Fae pada tahun 1984 itu, Bailey dan kawan-kawan sebenarnya juga telah melakukan hal yang sama pada binatang non primata. Organ donor diperoleh dari domba sedangkan resipiennya adalah kambing. Satu ekor kambing resipien lain yang rata-rata bertahan 72 hari.
Pada tahun 1992, sebuah tim dari University of Pittsburgh Medical Center telah berhasil pula mencangkokkan hati baboon pada pasien manusia berumur 35 tahun yang sayangnya meninggal segera setelah operasi. Selanjutnya, pada periode 1993-1996 para peneliti dan praktisi dari universitas yang sama melaporkan dua kasus transplantasi hati baboon ke resipien manusia. Pasien pertama mampu bertahan hidup 70 hari sedangkan pasien ke dua bisa bertahan hidup dalam 26 hari. Keberhasilan ini diduga karena penggunaan senyawa imunosupresif khususnya yang mampu mencegah penolakan tubuh atas organ tersebut. Namun penggunaan senyawa tersebut masih membuka peluang infeksi ganda terhadap berbagai kemungkinan infeksi yang membahayakan. Untuk mengatasi kelemahan itu, para peneliti menggunakan agen imunosupresif yang lebih spesifik yang tidak membuka peluang terjadinya infeksi ganda.
Pada tahun 1992, Czaplicki dan kawan-kawan mencangkokkan jantung babi kepada seorang penderita sindroma Marfan. Namun demikian, pasien tersebut meninggal hanya 24 jam setelah dilakukan transplantasi. Yang cukup menarik adalah tidak ditemukannya indikasi yang menunjukkan adanya respons penolakan. Berbeda dengan transplantasi lain yang menggunakan senyawa imunosupresif khusus, Czaplicki memberikan pasiennya suatu larutan ekstrak kelenjar thymus dan serum fetus sapi. Pemberian larutan ini dimaksudkan untuk menghilangkan reaksi antibodi setelah pencangkokkan jantung babi tersebut dilaksanakan.
B. Dasar Pemikiran Xenotransplantasi
Motivasi untuk menggunakan sumber hewan untuk transplantasi organ atau jaringan didorongoleh permintaan dan penawaran pasien yang membutuhkan transplantasi segera. Menurut laporan saat ini yang paling dari Jaringan Serikat untuk Organ Sharing (UNOS), lebih dari107.241 orang Amerika menunggu untuk transplantasi organ pada Mei 2010 tahun 2009, 28.464pasien transplantasi, dan sekitar 40% dari calon terdaftar di daftar tunggu masih muda dari 50tahun.
Mengingat kurangnya pasokan organ tubuh manusia untuk transplantasi, beberapa alternatif telah diteliti dan diperdebatkan. alat-alat mekanis Implan telah dieksplorasi di bidang transplantasi jantung. Baru-baru ini, penelitian telah meningkat di bidang transplantasi sel embrio di seluruh spesies dan ginjal tumbuh dan sel-sel pankreas endokrin in situ. Organ dari babi telah menjadi fokus dari banyak penelitian di xenotransplantation, sebagian karena penerimaan publik membunuh babi dan persamaan fisiologis antara babi dan primata manusia serta bukan manusia.
C. Pembagian Tranplantasi
Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam hal transplantasi yang didasarkan pada beberapa hal. Berdasarkan bagian tubuh yang ditransplantasikan dari satu tempat ke tempat lain, transplantasi bisa dilakukan pada dua bagian tubuh, yaitu transplantasi jaringan seperti pencangkokan kornea mata dan transplantasi organ seperti pencangkokan ginjal, jantung, hati, dan sebagainya.
Berdasarkan hubungan genetis antara donor (pemberi jaringan atau organ) dan resipien (penerima jaringan atau organ), ada 3 macam transplantasi, yaitu :
1. Autotransplantasi yaitu transplantasi yang donor maupun resipiennya merupakan individu yang sama. Yang ditransplantasikan dalam hal ini hanya jaringan saja. Sebagai contoh, bagian pipi yang dioperasi dan dipulihkan kembali bentuknya dapat dilakukan dengan mentransplantasikan daging bagian pahanya sendiri ke bagian pipi yang dioperasi. Kasus paling popular adalah ketika pembalap Niki Lauda mengalami kecelakaan dalam salah satu kejuaraan balapnya. Ia harus mengalami operasi plastik untuk memulihkan kondisi wajahnya yang rusak akibat kecelakaan. Jaringan kulit pada bagian wajah diperbaiki melalui transplantasi jaringan kulit yang diambil pada bagian pahanya sendiri.
2. Homotransplantasi yaitu transplantasi yang donor dan resipiennya adalah individu yang sama jenisnya. Yang dimaksud jenis di sini adalah jenis makhluk hidupnya. Misalnya donor dan resipiennya adalah sesama manusia atau sesama sapi atau sesama anjing dan lain sebagainya. Homotransplantasi ini bisa terjadi ketika donor (pemberi organ atau jaringan) dalam keadaan masih hidup atau sudah meninggal. Donor yang sudah meninggal biasa dikenal sebagai cadaver donor. Untuk resipien (penerima organ atau jaringan) tentunya adalah individu yang masih hidup.
3. Heterotransplantasi yaitu transplantasi yang donor dan resipiennya merupakan dua individu yang berlainan jenisnya. Sebagai contoh, donornya adalah binatang sedangkan resipiennya adalah manusia.
Pada kasus autotransplantasi, nyaris tidak pernah ditemukan adanya reaksi penolakan sehingga fungsi jaringan yang ditransplantasikan hampir selalu dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang cukup lama. Ini berbeda halnya dengan homotransplantasi. Pada transplantasi jenis ini, dikenal ada tiga kemungkinan :
a. Apabila donor dan resipien adalah saudara kembar yang berasal dari satu sel telur (kembar identik), maka transplantasi hampir selalu tidak menyebabkan reaksi penolakan. Pada golongan ini hasil transplantasinya serupa dengan hasil transplantasi pada autotransplantasi.
b. Apabila donor dan resipien memiliki hubungan kekerabatan misalnya antar saudara kandung atau antar anak dengan orang tua, maka reaksi penolakan pada golongan ini lebih besar daripada golongan pertama, tetapi masih lebih kecil daripada kemungkinan ketiga.
c. Apabila donor dan resipien merupakan dua individu yang tidak memiliki hubungan kekerabatan sama sekali, maka transplantasi hampir selalu menyebabkan reaksi penolakan. Namun demikian seiring dengan waktu dan perkembangan teknologi, tingkat keberhasilan transplantasi pada golongan ini sudah semakin tinggi.
D. Bentuk Respon Penolakan
Sangat jelas bahwa penggantian organ manusia dengan organ binatang membawa konsekuensi penolakan tubuh melalui fenomena imunologis di samping membawa resiko terjadinya infeksi. Pada allotransplantasi jantung, penolakan dan resiko infeksi dapat ditekan dan dicegah dengan pemberian cyclosporine. Ini merupakan bahan yang berfungsi sebagai agen imunosupresif yang ternyata dapat meningkatkan angka keberhasilan pencangkokkan menjadi lebih dari 85 persen. Untuk xenotransplantasi bahan-bahan yang berfungsi seperti cyclosporine belum ditemukan.
Sistem kekebalan merupakan sistem pertahanan utama tubuh dalam upaya melawan infeksi. Pada kondisi semacam ini sistem kekebalan seolah-olah bertindak sebagai tentara yang terlatih dalam menghancurkan sistem pertahanan musuh, yaitu berbagai makhluk asing yang masuk ke dalam tubuh. Meskipun sistem kekebalan bersifat essensial untuk kehidupan normal, dalam keadaan tertentu, misalnya ketika seseorang memerlukan transplantasi organ, sistem kekebalan itu akan menyerang dan menghancurkan organ yang ditransplantasi tadi. Obat-obat penekan sistem kekebalan seperti cyclosporine memberikan kemungkinan transplantasi dapat berlangsung tanpa ada gangguan dengan cara meniadakan atau membatasi serangan terhadap organ yang ditransplantasikan tersebut.
Melihat perkembangan teknologi yang semakin maju, prospek penggunaan organ binatang untuk ditransplantasikan ke manusia menjadi semakin menantang. Satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana sistem kekebalan tubuh mengenali jaringan yang ditransplantasikannya sebagai benda asing. Sistem kekebalan tubuh dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi sistem kekebalan akan melindungi tubuh dari infeksi, di sisi lain sistem tersebut dapat menyerang jaringan tubuhnya sendiri.
Pada pelaksanaan xenotransplantasi, tubuh manusia diharapkan dapat menerima organ asal binatang tetapi secara bersamaan mampu melindungi tubuh dari ancaman lainnya, seperti penyakit infeksi. Pada kasus transplantasi dari organ manusia ke manusia, resipien diberikan obat-obatan yang dapat menekan kekebalan dalam rangka menekan proses penolakan (rejection). Pada kasus xenotransplantasi, untuk memperkecil atau jika perlu meniadakan peran obat-obatan penekan sistem kekebalan, strategi yang dilakukan adalah :
1. Penyisipan gen yang dapat menghentikan reaksi penolakan hiperakut, yaitu respon kekebalan lapis pertama yang akan menyerang organ binatang pada beberapa saat setelah implatansi.
2. Menghilangkan gen yang menandai organ sebagai benda asing dan membuat sistem kekebalan menjadi melemah.
3. Identifikasi berbagai faktor yang mengarah kepada penolakan vaskuler dan sistem kekebalan lapis kedua yang dapat menghancurkan organ yang ditransplantasikan dalam hitungan minggu atau bulan.
Ketiga langkah ini efektif dengan memanfaatkan ketersediaan teknologi rekayasa genetika.
E. Hukum Xenotransplantasi antara manusia dan babi
Jika pengobatan medis untuk manusia dengan cara transplantasi mengunakan organ babi, maka hukum yang perlu diterapkan pada fakta ini adalah hukum berobat (al-tadawi/ al-mudaawah) dengan dzat yang najis lagi haram. Sebab babi adalah zat yang najis dan haram. Para ulama berbeda pendapat dalam hal boleh tidaknya berobat dengan suatu dzat yang najis atau yang haram. (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: 1/ 384). Dalam masalah ini ada 3 (tiga) pendapat di antara ‘Ulama:
1. Mayoritas ulama, mengharamkan berobat dengan zat yang najis atau yang haram, kecuali dalam keadaan darurat. (Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah: 1/ 492, Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu: 9/ 662, Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar: 13/ 166).
2. Sebagian ulama, di antaranya: Imam Abu Hanifah dan sebagian ulama Syafiiyah
mengatakan boleh berobat dengan zat-zat yang najis. (Izzuddin bin Abdis Salam, Qawa’idul Ahkam fi Mashalih Al-Ahkam: 2/ 6, Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam:6/100).
3. Sebagian ulama lainnya, seperti Taqiyuddin an-Nabhani, menyatakan makruh hukumnya berobat dengan zat yang najis atau yang haram. (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah: 3/ 116).
Pendapat yang rajih (paling kuat) dalam masalah ini adalah pendapat ketiga, yang mengatakan makruh berobat dengan dzat yang najis atau yang haram, karena faktor-faktor sebagai berikut: Pertama Hadits yang melarang dan hadits yang membolehkan Hadits-hadits yang mengandung larangan untuk berobat dengan sesuatu yang haram/ najis misalnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya Allah yang menurunkan penyakit dan obatnya, dan Dia menjadikan obat bagi setiap penyakit. Maka berobatlah kamu semua, dan janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang haram” (riwayat Abu Dawud, no: 3376).
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam “janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang haram” menunjukkan larangan berobat dengan sesuatu yang haram/ najis. Hadits ini tidak otomatis mengandung hukum haram, melainkan sekedar larangan, sehingga membutuhkan dalil lain sebagai indikasi larangan yang mengantarkannya apakah larangan ini bersifat jazim (haram), ataukah ghairu jazim (makruh). Di sinilah ada hadits yang menunjukkan larangan itu bersifat ghairu jazim (makruh),
1. Dalam Shahih Al-Bukhari terdapat riwayat:
“Orang-orang suku ‘Ukl dan ‘Urainah datang ke kota Madinah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu memeluk Islam. Namun mereka kemudian sakit karena tidak cocok dengan cuaca Madinah. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan mereka untuk meminum air susu unta dan air kencingnya…” (Shahih Al- Bukhari: no 226, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari: 1/ 367).
1. Dalam Musnad Al-Imam Ahmad terdapat riwayat:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memberi rukhshah (keringanan) kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan Zubair bin Al-‘Awwam untuk mengenakan sutera karena keduanya menderita penyakit kulit” (riwayat Al-Imam Ahmad: no. 13178). Hadits-hadits ini menjadi indikasi bahwa larangan yang ada bukanlah larangan jazim (haram), namun larangan ghairu jazim (makruh). Kedua hadis ini menunjukkan bolehnya berobat dengan sesuatu yang najis (air kencing unta), dan sesuatu yang haram (sutera). Kedua hadits inilah yang kita dijadikan indikasi bahwa larangan berobat dengan sesuatu yang najis/ haram hukumnya bukanlah haram, melainkan makruh.
Maka dari itu, hukum pengobatan medis untuk manusia dengan cara transplantasi mengunakan organ babi yang najis lagi haram, hukumnya adalah makruh, bukan haram. Hukum makruh ini berarti lebih baik dan akan berpahala jika seorang yang membutuhkan transplantasi organ tidak menggunakan organ babi. Namun jika dilakukan dia tidak berdosa. Kedua Keadaan Darurat Keadaan darurat adalah keadaan di mana Allah membolehkan seseorang yang terpaksa (kehabisan bekal makanan, dan kehidupannya terancam kematian) untuk memakan apa saja yang didapatinya dari makanan, termasuk makanan yang diharamkan Allah, seperti bangkai, darah, daging babi, dan lain-lain.
Pengobatan medis dengan cara transplantasi salah satu organ babi untuk menyelamatkan kehidupan manusia, yang kelangsungan hidupnya tergantung pada organ yang akan dipindahkan kepadanya dibolehkan walaupun dengan benda yang najis/ haram. Dalam hukum syariat, ada kaidah bahwa sesuatu yang darurat itu dapat membolehkan sesuatu yang dilarang, “Ad-Dharuratu tubihul mahdzurat”. Mengenai hukum darurat Allah ta’ala berfirman:
        •               •    
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging, babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam kea-daaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa atasnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al-Baqarah: 173)
Maka orang yang terpaksa tersebut boleh memakan makanan haram apa saja yang didapatinya, sehingga dia dapat memenuhi kebutuhannya dan mempertahankan hidupnya. Kalau dia tidak mau memakan makanan tersebut lalu mati, berarti dia telah berdosa dan membunuh dirinya sendiri. Padahal Allah ta’ala berfirman :
..........    •     
“.......Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (An-Nisaa : 29)






DAFTAR PUSTAKA
Dede.2009.Transplantasi organ hewan ke manusia.http://dede-health.blogspot.com/2009/12/transplantasi-organ-hewan.(Diakses pada Tanggal 30 April 2011).
Intan,A.F.2010.Xenotransplantasi,ApaItu?.http://www.kompas.com/read/xml/2010/02/18/09344075/Xenotransplantasi.Apa.Itu.(Diakses pada Tanggal 30 April 2011).
Nurman,B.A.2010.Xenotransplantation antara Babi dan Manusia Menurut Perspektif Islam.(Diakses pada Tanggal 30 April 2011).










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer