Selasa, 10 April 2012

AMPHIBIA


“PERBEDAAN GENUS RANA DAN FAJERVARYA”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sisteatika Hewan Vertebrata
Dosen Pengampu: Drs. Tri Joko, M.Si

logo.jpg

Diusun oleh :
Nama          : Joko Setiyono
NIM            : 08640027



PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012

PENGERTIAN UMUM KELAS AMPHIBIA
Amphibia berasal dari kata Amphi yang artinya rangkap, dan bios yang artinya kehidupan. Dan amphibia adalah hewan yang hidup dengan dua bentuk kehidupan,mula-mula dalam air tawar kemudian dilanjutkan di darat. Fase kehidupan di dalam air berlangsung sebelum alat reproduksinya masak, keadaan ini merupakan fase larva atau biasa disebut berudu. Amphibi mempunyai ciri-ciri, tubuhnya diselubungi kulityang berlendir, merupakan hewan berdarah dingin atau poikiloterm, amphibi mempunyai jantung yang terdiri dari tiga ruangan, yaitu dua serambi dan satu bilik, mempunyai dua pasang kaki dan pada setiap kakinya terdapat selaput renang yangterdapat di antara jari-jari kakinya dan kakinya berfungsi untuk melompat dan berenang diair, pernafasan pada saat masih kecebong berupa insang, setelah dewasa alat pernafasannya berupa paru-paru.
GENUS RANA DAN GENUS FAJERVARYA
A. Genus Rana
Genus Rana memiliki spesies yang paling banyak di muka bimo ini. Genus Rana memiliki Sekitar 300 spesies.Spesies genus ini memiliki ciri umum kaki tipis yang diperluas dan lipatan dorso-lateral, dan memiliki hubungan dekat dengan amolops.
Subgenus Hylarana berciri umum tubuhnya ramping, kaki panjang, jari kaki berselaput jelas, kaki diperbesar tips sirkum-alur marjinal dan sepasang lipatan dorso-lateral. Berukuran kurang dari 100 mm.
Subgenus Hylarana meliputi beberapa spesies. Di Indonesia memiliki +- 30 spesies. Contoh spesies:
1. Rana (Hylarana) baranica (Boettger, 1901) atau Kongkang Baram
2. Rana (Hylarana) chalconotu (Schlegel, 1837) atau Konkang Kolam
3. Rana (Hylarana) erythemea (Schelgel, 1837) atau Kongkang Gading
4. Rana (Hylarana) hosii (Boulenger, 1891) atau Kongkang Racun
5. Rana (Hylarana) nicobariasis (Stoliezka, 1870) atau Kongkang Jangkrik
B. Genus Fajervarya
Genus ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut; ukuran 30-100 mm, sisi tubuh danterdapat bercak-bercak hitam pada lipatan paha, tidak terdapat selaput pada jari tangan dan pada punggung terdapat guratan yang menonjol dan memanjang.
Contoh spesies: Fajervarya cancrivora, Fajervarya limnocharis, Fajervarya sakandari, Fajervarya orissaensis.
Perbedaan lebih detail di jelaskan di table di bawah ini
No
Genus Rana
Genus Fajervarya
1
Ukuran Kurang dari 100 mm. Jantan +- 30-50 mm danbetina +- 45-100 mm 30- 100 mm.
Jantan mencapai 50 mm dan betina mencapai 60 mm
2
Habitat  katak yang hidup di sawah, sungai, parit dan air payau (rawa)
Habitat di persawahan, kolam, sungai, dan hutan (primer maupun sekunder)
3
Warna Kulit dorsal atau punggung berbintil halus dan rapat umunya berwarna hijau terang atau hijau tua, namun ada juga yang berwarna kebiruan. Sisi tubuh berwana kekuningan.sebuah garis gelap kehitaman putus putus tidak beraturan pada sepanjang tubuh bagian moncong, pipi, sebelah atas tympanum. Bibir dan mata berwarna kecoklatan. Lipatan bagian belakang dan paha berwarna kuning atau keemasan.
Kulit pada punggung berwarna lumpur kecoklatan dengan bercak-bercak tidak simetris berwarna gelap. Warna sangat beragam, terkadang ada warna hijau lumut terang pada spesimen yang besar. Sisi tubuh dan lipatan paha terdapat bercak-bercak hitam. Tangan dan kaki bercoreng-coreng dan bibir berwarna hitam.
4
Tekstur kulit Kulit halus, licin dan ada yang berbintil. Pada Rana hosii terdapat kelenjar racun pada dermisnya. Mempunyai mukosa agar kulit tetap lembab untuk pernafasan.
Kulit tipis dan fleksibel berguna untuk penyerapan. Terdapat mukosa. Sebagian besar memiliki kelenjar mukus dan granular.
5
Bentuk Tubuh Mata besar dan menonjol. Kaki panjang dan ramping dengan selaput renang penuh kecuali pada jari keempat. Jari-jari tangan dan kaki ujungnya melebar seperti cakram. Terdapat bintilmetatarsa pada kakiyakni pada sisi dalam. Mulut lebar dan terdapat gigi seperti parut pada maxillanya. Sacral diapophysis berbentuk gilig. Ciri utamanya yaitu bentuk timpanium bulat utuh tanpa ada lapisan kulit yang menutupi..
Diameter timpanium mencapai separuh diameter mata. tidak ada selaput renang pada jari tangan, sedangkan ada kaki hanya menjangkau 3/4 dari panjang jari tengah. Pada punggung terdapat banyak guratan yang menonjol dan banyak memanjang. Gelang panggul selindris, gelang bahu firmisternal
6
Rana calconata memiliki panjang badan (PB) 30 mm, lebar kepala (LK) 6 mm, panjang kepala (PK) 5 mm, panjang kaki depan (PKD) 15 mm, panjang tibia-fibula (PTF) 14 mm, panjang femur (PF) 14 mm, panjang kaki belakang (PKB) 45 mm, panjang moncong (PM) 5 mm, diameter tymphanium (DT) 4 mm, diameter mata (DM) 3 mm, jarak inter orbital (JIO) 8 mm, jarak inter nares (JIN) 3 mm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>2>1, urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4>5>3>2>1, prosessus odontoid pada mandibula tidak ada, gigi former ada, kelenjar pada ekstrimitas tidak ada, kelenjar parotoid tidak ada, tutupan selaput renang ada dan bentuk ujung jari bentuk gada.

Dari pengukuran yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut: Fejervarya limnocharis memiliki panjang badan (PB) 40 mm, lebar kepala (LK) 15 mm, panjang kepala (PK) 10 mm, panjang kaki depan (PKD) 15 mm, panjang tibia fibula (PTF) 20 mm, panjang femur (PF) 15 mm, panjang kaki belakang (PKB) 25 mm, panjang moncong (PM) 10 mm, diameter tympanum (DT) 5 mm, diameter mata (DM) 4 mm, jarak inter orbital (JIO) 7 mm, jarak inter nares (JIN) 3 mm. Urutan panjang kaki depan 3>1>2=4, urutan panjang kaki belakang 4>5=3>2>1 , bentuk ujung jari terdapat tonjolan, warna kepala coklat keemasan, tutupan selaput renang ada, gigi former ada, kelenjar parotoidnya tidak ada dan alur supraorbitalnya tiak ada.


Reproduksi :
Reproduksi Dari telur berkembang menjadi larva. Kemudian berkembang menjadi dewasa dengan penyesuaian bentuk tubuh yang sesuai untuk hidup di darat (metamorfosis). Proses perkawinan dilakukan dalam air dangkal dan tenang. Jantan menempel pada punggung betina. Sambil berenang kaki jantan menekan perut betina dan meransang keluarnya telur (amplexus). Sehingga telur yang keluar bisa dibuahi oleh jantan. Telur berwarna putih tanpa pigmen (Rana (Hylarana) baranica), berwarna putih dan hitam pada kutub (Rana (Hylarana) chalconotu), telur berpigmen (Rana (Hylarana) erythemea), telur bening (Rana (Hylarana) hosii), telur memiliki hemisphere gelap (Rana (Hylarana) nicobariasis). Telur-telur menetas menjadi berudu yang bertubuh mirip ikan dan bernafas dengan ikan. Dari berudu setelah mengalami beberapa tahap perubahan akan berkembang menjadi dewasa. Terjadi peristiwa amplexus seperti pada Rana.
Penyebaran :
Penyebaran Sebagian besar Indonesia (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dll.), Malaysa, Amerika Serikat, Florida dan lain-lain. Jawa, Indonesia bagian timur (Flores, Nusa Tenggara, Maluku, Papua), Jepang, China India, dll.

Sumber :
Iskandar, Djoko T., 1998, The Amphibians of Java And Bali, LIPI
Muetya, dezi. 2011. Praktikum Amphibi. http://dezimeutya.blogspot.com. [19 Oktober 2011]


ETNOZOOLOGI AVIFAUNA DI KAWASAN SUMUR BRUMBUNG DESA PUTATSARI KEC/KAB. GROBOGAN JAWA TENGAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Grobogan merupakan Salah Satu Kabupaten Di Jawa Tengah yang merupakan Wilayah Terluas Nomor Dua Setelah Kabupaten Cilacap Di Jawa Tengah Indonesia. Dengan Wilayahnya Terletak Diantara Pegunungan Kendeng Utara Dan Pegunungan Kendeng Selatan Yang Keduanya Membujur Dari Barat KeTimur. Terletak Diantara (110° 75' - 111° 25' Bt Dan 7° - 7° 30' Ls)110Derajat 75 Menit Sampai 111 Derajat 25 Menit Bujur Timur. 7,7 Derajat 30 Menit Lintang Selatan.
Secara Geografis Luas Wilayah Kabupaten Dati II Grobogan Adalah 1.975,86 Km² dengan penduduk bermata pencaharian sebagai petani, sehingga merupakan salah satu kabupaten dengan produktifitas hasil pertanian yang tinggi, serta penghasil kekayaan hutan yang menjadi suplayer kayujati terbesar di jawa tengah. Dengan posisi tersebut menjadikan Grobogan khususnya desa putatsari sebagai salah satu tempat penting bagi Indonesia, dan perlu menjaga kelestarian baik flora maupun fauna serta habitat yang ada dikawasan Grobogan. Untuk itu, penelitian mengenai kearifan local di kawasan putatsari grobogan perlu dilaksanakan dalam upaya penjagaan lingkungan dan kekayaan hayati di Grobogan.
   IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah :
1.  Bagaimanaetnozoologi Avifauna di kawasan Sumur Brumbung Desa              Putatsari Grobogan?
2. Bagaimana upaya masyarakat menjaga potensi local kawasan Sumur Brumbung Desa Putatsari Grobogan?
3.  Bagaimana kemelimpahan jenis Avifauna di kawasan Sumur Brumbung Desa Putatsary Grobogan?
4. Bagaimana tanggapan masyarakat denganadanya sumur brumbung dengan etnozoologinya?
C.     TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.  Mengetahui etnozoologi avifauna burung di kawasan sumur brumbung desa putatsari grobogan
2.  Mengetahui upaya masyarakat menjaga potensi local kawasan sumur brumbung
3.  Mengetahui kemelimpahan jenis burung di kawasan sumur brumbung desaputatsary grobogan
4.  Mengetahui tanggapan masyarakat adanya sumur brumbung dengan etnozoologinya?

D.    MANFAAT YANG DIHARAPKAN
            Manfaat dari hasil penelitian ini mencakup manfaat akademis dan manfaat praksis. Manfaat akademis untuk menambah khasanah keilmuan khususnya yang berkaitan dengan Etnozoologi. Wujud kongkrit dari hasil penelitian tersebut memberikan informasi terbaru kepada masyarakat umum tentang manfaat Etnozoologi dalamkaitanya dengan prinsip-prinsip Konservasi di desaPutatsariGrobogan.
            Manfaat praksis ini didasarkan pada penyadaran terhadap warga setempat, pengunjung dan pemerintah agar sinergi, sehingga menjadi satu gerakan massif dalam menjaga kelestarian burung dan satwa lain serta habitat disekitar lokasi penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Etnozoologi adalahpenamaan ilmiah penggunaan sertahubungan budaya antara hewan dan manusia suatu suku bangsa (Syam, 2011).Etnozoologi juga merupakan bagian dari etnobiologi yang mengkaji hewan sebagai objek utama dan dikaitkan dengan keyakinan masyarakat sekitar, salah satut empat yang memiliki keanekaragaman budaya dan Etnozoologi  avifauna adalah kawasan Sumur Brumbung Desa Putatsari Kec/Kab. Grobogan Jawa .Tengah.
Kabupaten Grobogan merupakan Wilayah Terluas Nomor Dua Setelah Kabupaten Cilacap Di Jawa Tengah Indonesia.Dengan Wilayahnya Terletak Diantara Pegunungan Kendeng Utara Dan Pegunungan Kendeng Selatan Yang Keduanya Membujur Dari Barat KeTimur. Terletak Diantara (110° 75' - 111° 25' Bt Dan 7° - 7° 30' Ls)110Derajat 75 Menit Sampai 111 Derajat 25 Menit Bujur Timur. 7,7Derajat 30 Menit Lintang Selatan. Secara Geografis Luas Wilayah KabupatenDati II GroboganAdalah 1.975,86 km2
Dengan batas Wilayahnya Meliputi :
·         Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dati II Demak, Kudus, Pati Dan Blora.Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Dati Ii Blora.
·         Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dati Ii Semarang, Boyolali, Sragen Dan Kabupaten Ngawi (JawaTimur).
·         Sebelah Barat  berbatasan dengan Kabupaten Dati Ii Semarang Dan Demak
(anonym, Geografis kabupaten Grobogan)
Sumur Brumbung merupakan salah satu sumber mata air bagi masyarakat desa putatsari dan sekitarnya. Sumur yang merupakan peninggalan sejarah ini, konon di buat oleh Putri dari salah satu kerajaan di Kediri yang kerap kali singgah di Dusun Diren (Putri Kediri Leren) artinya tempat istirahatnya putri Kediri. Didalam sumur dan dilokasi sekitar sumur Brumbung hidup berbagai macam Hewan dan Tumbuhan yang dianggap Sakral oleh penduduk local, antara lain :beberapa jenis Ficusspp dan beberapa hewan. Seperti Belut, Ikan lele, serta Burung (Sunardi, Warga local (wawancara,2012)).
Burung merupakan salah satusatwa yang dapat dijadikan sebagai bio indicator bagi lingkungan(macKinnon et al, 1988).Di Jawa dan Bali memiliki kekayaan avifauna sebanyak 494 spesies. Jumlah tersebut mencakup setengah dari famili burung di dunia. Jenis avifauna yang dijumpai tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu burung penetap (368 spesies, 24 endemik) dan 126 spesies burung migran (Whitten et al, 1996).
Menurut Peterson (1971) salah satu faktor yang mendukung suatu persebaran dan kemampuan bertahan suatu jenis burung pada satu area adalah variasi karakter morfologi. Dimana terdapat variasi pada ukuran, lapisan bulu, bentuk paruh, bentuk kaki, pada tiap spesies. Faktor lain yang menentukan keanekaragaman jenis burung pada suatu habitat adalah kerapatan kanopi. Habitat yang mempunyai kanopi yang relatif terbuka akan digunakan oleh banyak jenis burung untuk melakukan aktivitasnya, dibandingkan dengan habitat yang rapat dan tertutup (Orians, 1969).
BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian exploratif yang bersifat deskriptif. Bertujuan untuk menjelaskan  lebih mendalam berbagai fakta dilapangan. Format deskriptif mencoba menganalisa adanya Etnozoologi burung dikawasan sumur brumbung desaputatsari kec/kab Grobogan Jawa Tengah.
Metode penelitian Etnozoologi burung dilakukan dengan Wawancara langsung kepada Masyarakat sekitar lokasi penelitian dengan 20 orang Warga local sebagai narasumber.Pengamatan burung dilokasi penelitian dilakukan dengan Metode Mackinnon list, yaitudengan menghitung keragaman jenis burung yang ada di lokasi penelitian.
B.     Tempat dan Waktu
Lokasi Penelitian terletak disekitar sumur brumbung desaputatsari kec/kab Grobogan Jawa Tengah



 

 








keterangan:
              : Lokasi penelitian (Daerah sekitar sumur brumbung Desa Putatsari Kec/Kab Grobogan Jawa Tengah)

C.    Alat dan Bahan
Alat-alat dan bahan yang dipakai dalam penelitian ini diantaranya :
1.      Tabel pengamatan
2.      TabelKuisioner
3.      Jam tangan
4.      Alat rekam
5.      Binokuler ventak
6.      Camera Ollympus

D. Metodeanalisis data
1.      Etnozoologi
Etnozoologi burung dikawasan sumur brumbung di analisis secara deskriptif
2.      Kemelimpahan Jenis Burung
Kemelimpahan jenis burung dianalisis dengan Analisis Data Tingkat Pertemuan  dimana tingkat pertemuan untuk setiap jenis sama dengan jumlah individu total yang tercatat oleh ketiga kelompok pengamatan dibagi dengan waktu pengamatan dan dikalikan sepuluh, untuk memberikan hasil dalam unit jumlah individu yang tercatat per sepuluh jam pengamatan (Bibby et all, 2000).
Skala urutan kelimpahan sederhana menurut Lowen et all (1996) dalam Bibby et all (2000) adalah sebagai berikut:
Tabel.3 Skala kemelimpahan sederhana
Kategori kelimpahan
(jumlah individu per 10jam pengamatan)
Nilai kelimpahan
Skala urutan



< 0,1
1
Jarang

0,1 - 2,0
2
tidak umum

2,1 - 10,0
3
Sering

10,1 - 40,0
4
Umum

40,0 <
5
Melimpah


DAFTAR PUSTAKA

Bibby dkk, 1998 Expedition Field Techniques“Bird Surveys”: London SW7 2AR.

John MacKinnon. Phillips, K. and van Balen, B. 2000. Burung – Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam). Jakarta: Puslitbang- LIPI.

Peterson, R. T. 1971. The Birds. New York : Time Life Nature Library.

Syam, Y.2011_________Warta Bantimurung (TNBB). Sulawesi

Whitten, T, and R. E. Soeriatmadja, S, A. Afif. 1996. The Ecology of Java and Bali. Vol II. Singapore : Peripuls Edition (Hk) Ltd.

Http://Grobogan.8k.Com/Kabupaten.Htm#Geografis.  diunduhpadatanggal 4 April 2012pukul06.00 WIB.

Entri Populer