BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di Asia tenggara, di tingkat dunia Indonesia menduduki peringkat dua setelah Brasil, bahkan ada mengatakan “world’s megabiodiversity nation” yang termasuk dalam kelompok “biodiversity hotspot nations”. Hal ini tidak lepas dari letak geografis Indonesia. Secara geografis Indonesia mempunyai beribu pulau yang berada di antara dua benua Asia dan Australia, serta dilalui garis khatulistiwa.
Dengan posisi ini, Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiki keanekaragaman hayati besar di dunia. Dengan luas wilayah 1,3 % dari luas muka bumi, sebagai Negara megabiodiversity, Indonesia memiliki keanekaragama hayati satwa sangat tinggi yang terdiri dari mamalia 515 spesies (12 % dari mamalia dunia), reptil 511 spesies (7,3 % dari spesies reptil di dunia), amphibi 270 spesies, binatang tak bertulang belakang 2827 spesies, 35 spesies primata, 1400 spesies ikan air tawar dan 121 spesies kupu-kupu (Status lingkungan hidup, 2008). Disamping itu, Indonesia merupakan salah satu kawasan penting bagi keanekargaman hayati burung, Indonesia memiliki 1598 spesies burung (17% dari burung di dunia). Dari 1598 ini tersebar di seluruh Indonesia, pulau Sumatra memiliki 628 spesies, pulau Jawa-Bali 507 spesies, pulau Lombok dan sekitarnya 426 spesies, Papua 671 spesies, Kalimantan 522 spesies dan Sulawesi 416 spesies (Yuda, 2011).
Burung merupakan komponen penting dalam siklus rantai makanan di sebuah kawasan. Burung berperan dalam membantu proses penyebaran biji-bijian, membantu proses penyerbukan pada bunga, dan sebagai indikator pencemaran lingkungan. Untuk kepentingan konservasi burung perlu adanya pendataan keragaman dan kemelimpahan burung di kawasan tertentu, terutama di Taman nasional baluran Jawa Timur
Taman Nasional sebagai kawasan konservasi adalah sebuah strategi pelestarian. Kelestarian ekosistem, habitat, floradansatwanya.Ada lima kelompok besar jenis satwa: mamalia, burung, rep��l,seranggadanikan,yangterdapat dalam sebuah taman nasional. Masing-masing kelompok perlu kita ketahui, ada berapa species dan dimana. Seperti apa peta penyebarannya.Tahap selanjutnya perlu diketahui kondisi populasi masing-masing species. Tahap terakhir bagaimana melestarikan, meningkatkan masing-masing populasi species tersebut.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengetahui jenis-jenis burung di Taman Nasional Baluran Jawa Timur
2.Identifikasi burung di Taman Nasional Baluran dalam upaya konservasi
3.Bagaimana cara identifikasi jenis- jenis burung dan pengolahan data dalam upaya konservasi
4. Bagaimana cara pembuatan kunci determinasi
C. BATASAN MASALAH
1. Penelitian ini dibatasi pada studi keragaman dan kemelimpahan burung-burung di lokasi penelitian
2. Lokasi penelitian batasi di Taman Nasional Baluran Jawa Timur
D.TUJUAN PENELITIAN
1. Mendapatkan wawasan tentang tata cara Identivikasi Jenis- Jenis Burung Di Taman Nasional Baluran Jawa Timur
2. Mengetahui jenis-jenis burung di Taman Nasional Baluran Jawa Timur
3. Mengetahui cara konservasi burung di Taman Nasional Baluran Jawa Timur
4. Mengetahui cara pembuatan kunci determinasi
E.MANFAAT PENELITIAN
1. Dapat Mengetahui keragaman burung Taman Nasional Baluran Jawa Timur
2. Mengetahui kemelimpahan burung Taman Nasional Baluran Jawa Timur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup melimpah. Kekayaan biodiversitas ini dapat dilihat melalui jumlah dan prosentase yaitu 17 % flora fauna di dunia terdapat di Indonesia. Jumlah tersebut meliputi, 25 % spesies ikan, 10 % tanaman berbunga, 12 % spesies mamalia, 16 % spesies reptil dan amphibi serta 17 % dari seluruh spesies burung di dunia (Sujatnika. dkk, 1995).
Salah satu kawasan dengan biodiversitas burung yang penting adalah Pulau Jawa dan Bali. Jawa dan Bali memiliki kekayaan avifauna yang tinggi. Kawasan tersebut mempunyai kekayaan avifauna sebanyak 494 spesies. Jumlah tersebut mencakup setengah dari famili burung di dunia. Jenis avifauna yang dijumpai tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu burung penetap (368 spesies, 24 endemik) dan 126 spesies burung migran (Whitten et al, 1996).
Menurut Peterson (1971) salah satu faktor yang mendukung suatu persebaran dan kemampuan bertahan suatu jenis burung pada satu area adalah variasi karakter morfologi. Dimana terdapat variasi pada ukuran, lapisan bulu, bentuk paruh, bentuk kaki, pada tiap spesies. Faktor lain yang menentukan keanekaragaman jenis burung pada suatu habitat adalah kerapatan kanopi. Habitat yang mempunyai kanopi yang relatif terbuka akan digunakan oleh banyak jenis burung untuk melakukan aktivitasnya, dibandingkan dengan habitat yang rapat dan tertutup (Orians, 1969).
Keanekaragaman jenis burung sangat penting untuk mendeskripsikan struktur komunitas pada habitat yang ditempati (Zakaria et al, 2009). Keanekaragaman ini tidak hanya mewakili persentase spesies yang ada di suatu wilayah, tetapi meliputi perbedaan dan keunikan antar spesies. Perbedaan dan keunikan tersebut dapat diketahui dengan mempelajari sifat dari suatu spesies dan mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies yang satu dengan spesies yang lainnya (Setyawan, 1999).
Salah satu alasan memasukkan usaha pencatatan kedalam analisis hasil-hasil survei burung adalah untuk mencatat jam pengamatan. Setiap pengamat di lapangan dan jumlah individu setiap jenis yang teramati. Hal ini memungkinkan perhitungan tingkat pertemuan setiap jenis dengan membagi jumlah burung yang tercatat dengan jumlah jam pengamatan, yang memberikan jumlah burung perjam untuk setiap jenis. Informasi tambahan bisa diperoleh dengan menentukan tingkat pertemuan yang berbeda untuk setiap tipe habitat yang luas (seperti hutan primer dan hutan bekas tebangan). Di setiap lokasi habitat penting yang bisa dijangkau harus dikunjungi.
Daftar tingakat pertemuan dapat dipisahkan ke dalam beberapa kategori urutan kelimpahan sederhana (contohnya melimpah, umum, sering, tidak umum, dan jarang), sehingga kategori ini menjadi lebih berguna karena memiliki arti dan memungkinkan daftar jenis diberi keterangan sehingga pada survei selanjutnya bisa mendeteksi perubahan kelimpahan individu janis (Bibby,2000).
Menurut MacKinnon (2010), identifikasi seekor burung didasarkan pada kombinasi dari beberapa ciri khas, termasuk penampakan umum, suara, dan tingkah laku. Juga penting untuk mencocokkan sebanyak mungkin bagian burung, terutama ciri-ciri diagnostik (jika diketahui).
Keanekaragaman sifat dan ciri yang dimiliki suatu makhluk hidup sesungguhnya menggambarkan keanekaragaman potensi dan manfaat yang dapat digali. Kita akan kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki makhluk hidup tersebut, bila data dan informasi ilmiah mengenai sumber daya hayati belum sepenuhnya diungkap (Retnoningsih, 2008). Salah satu kawasan lahan basah di pulau Jawa dengan potensi keragaman jenis burung adalah pantai sundak hingga pantai Pohtunggal yang berada di kawasan gunung kidul yogyakarta. Selain kanopinya tidak terlalu lebat sehingga memungkinkan bagi tempat tinggal berbagai jenis burung, dikawasan sepanjang pantai sundak, indrayanti,watulawang,Pohtunggal juga belum pernah terjamah oleh para peneliti burung. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini menarik untuk dikaji.
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan tempat pelaksanaan penelitian
Praktik kerja lapangan yang dilaksanakan di Taman Nasional Baluran Jawa Timur selama 3 minggu yaitu mulai tanggal 11 juli sampai 1 agustus 2011.
B. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam peneletian ini antara lain: binokuler, buku panduan lapangan MacKinnon burung-burung Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Bali, kamera pocket, alat tulis, alat pemikat burung dan jam tangan.
C. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Metode jelajah di wilayah Taman Nasional Baluran.
Metode sensus burung yang dilakukan dengan menggunakan metode Tingkat Pertemuan (Encountered rates). Setiap jenis burung yang ditemukan dalam sebuah tabel. Setiap menemukan spesies dihitung jumlah individunya dan dicatat dalam tabel.
Identifikasi jenis burung menggunakan buku panduan lapangan burung-burung di Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Bali (MacKinnon et all, 2010).
D. Metode Analisis Data
1. Keanekaragaman Jenis Burung
Untuk menghitung indeks keanekaragaman jenis burung digunakan indeks Shannon-Wiener sebagai berikut:
Pi = ni/ N
ni = Jumlah individu suku ke-i
N = total umlah individu
s = total jumlah suku dalam sampel
Kategori angka indeks keanekaragaman jenis kedalam kelompok keanekaragaman besar, kecil atau sedang dapat dilakukan dengan mengacu pada standar berikut:
Tabel.1 Standar indeks keanekaragaman jenis
Nilai (H') | Kategori keanekaragaman |
0 < H' < 2,0302 2,0302 < H' < 6,907 H' > 6,907 | Kecil/ Rendah Sedang Besar/ Tinggi |
2. Kemelimpahan Jenis Burung
Kemelimpahan jenis burung dianalisis dengan Analisis Data Tingkat Pertemuan dimana tingkat pertemuan untuk setiap jenis sama dengan jumlah individu total yang tercatat oleh ketiga kelompok pengamatan dibagi dengan waktu pengamatan dan dikalikan sepuluh, untuk memberikan hasil dalam unit jumlah individu yang tercatat per sepuluh jam pengamatan (Bibby et all, 2000).
Skala urutan kelimpahan sederhana menurut Lowen et all (1996) dalam Bibby et all (2000) adalah sebagai berikut:
Tabel.2 Skala kemelimpahan sederhana
Kategori kelimpahan (jumlah individu per 10jam pengamatan) | Nilai kelimpahan | Skala urutan | |
< 0,1 | 1 | jarang | |
0,1 - 2,0 | 2 | tidak umum | |
2,1 - 10,0 | 3 | sering | |
10,1 - 40,0 | 4 | umum | |
40,0 < | 5 | melimpah |
DAFTAR PUSTAKA
John MacKinnon. Phillips, K. and van Balen, B. 2000. Burung – Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam). Jakarta: Puslitbang- LIPI.
Peterson, R. T. 1971. The Birds. New York : Time Life Nature Library.
Purwantoro, A., Erlina Ambarwati dan Fitria Setyaningsih. 2005. Phylogenetic Of Orchids Based On Morphological Characters. Ilmu Pertanian. 12 (1) : 1 – 11.
Retnoningsih, A. 2008. http://shantybio.transdigit.com/?Biologi_Taksonomi: Taksonomi_ dalam_pengelolaansumber%26nbsp%3Bdaya%26nbsp%3Bgenetika%26nbsp%3Btumbuhan%26nbsp%3Bdi_Indonesia [5 September 2008].
Setyawan, A. D. 1999. Status Taksonomi Genus Alpinia Berdasarkan Sifat-Sifat Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Minyak Atsiri. BioSMART 1(1) : 31-40.
Sujatnika. 1995. Melestarikan keragaman Hayati Indonesia Pendekatan Daerah Burung Endemik. Jakarta : PHPA/Birdlife International- IP.
Whitten, T, and R. E. Soeriatmadja, S, A. Afif. 1996. The Ecology of Java and Bali. Vol II. Singapore : Peripuls Edition (Hk) Ltd.
Zakaria, M., Rajpar, M. N., and Sajap, A. S. 2009. Spesies Diversity and Feeding Guilds of Birds in Paya IndahWetland Reserve, Peninsular Malaysia. Zoological Research 5 (3) : 86-100.
boleh di koment lhooo
BalasHapus