Rumah satwa dipusat
kota Jogja
|
Bila
kita bicara Yogyakarta, maka Malioboro adalah tempat yang tak bisa terlewatkan.
Selain sebagai tempat pusat perbelanjaan yang dapat memuaskan dahaga para
wisatawan dengan berbagai olah dan oleh yang unik, mulai dari pakaian khas Jogja
(batik red) sampai pernak-pernik menarik berbagai model. Malioboro juga
merupakan pusat mengekspresikan berbagai wujud kesenian yang biasa di pajang di
sepanjang jalan malioboro hingga perempatan km-0, mulai dari nasi Kucing
raksasa, guci, sampai patung tubuh manusia yang berbadan tumbuhan. Disamping
beribu kesibukan yang tergambar di Malioboro disetiap harinya, ternyata Malioboro
juga menyimpan peran penting dalam dunia hayati, bahkan bisa dikatakan bahwa
malioboro adalah salah satu tempat penting (important
site) bagi beberapa jenis hewan. Dikatakan demikian karena malioboro
merupakan salah satu tempat transit bagi puluhan ribu burung migran (burung
yang melakukan migrasi).
Migrasi
burung merupakan perpindahan burung dari lokasi tempat burung menetap menuju
lokasi baru yang lebih mendukung kehidupan. Baik dari segi pakan, predasi,
maupun gangguan lain. Migrasi burung di km-0 malioboro diketahui berasal dari
belahan bumi utara yang sedang mengalami musim dingin dimana saat itu seluruh
rantai makanan terputus oleh hibernasi
yang panjang. Seperti Jalak cina (Sturnus
sturninus) yang bermigrasi dari Siberia.
Moment
migrasi burung merupakan hal yang menjadi Hotnews
dikalangan para
pecinta burung tanah air, khususnya di Yogyakarta. Di Jogja (sapaan akrab
Yogyakarta) fenomena yang hanya terjadi dari bulan September sampai Maret ini
menjadi ajang untuk sekedar mengabadikan moment berupa foto, namun ada juga
yang intens melakukan monitoring untuk dijadikan tulisan atau
penelitian. Seperti perhitungan populasi Jalak cina (Sturnus sturninus) oleh Joko setiyono (Kurik) dari TESIA (Tim Ekspedisi Ornitologi Biolaska) yang
mencapai 2.350 individu, pengamatan
perilaku Alap-alap kawah (Falco
peregrinus) oleh Nurdin setio budi (Cempe) dari TESIA (Tim Ekspedisi Ornitologi Biolaska) dan perhitungan populasi Layang-layang
asia (Hirundo rustica) oleh Satria agung
purnomo (mas azat) dari TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) yang
mencapai lebih dari 50.000 individu. Selain itu juga teramati Punai gading (Treron vernans), Sikatan emas (Ficedula zanthophygia), Caladi ulam (Dendrocopus macei), Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) dll yang belum
mendapat perhatian lebih oleh para pengamat burung dan para akademisi
Yogyakarta.
“Awali hari
dengan peduli” Salam konservasi........
Oleh
: Joko setiyono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar