Dari
Hobi Fotografi hingga Ekspedisi FOBI
keluarga FOBI di cangar ketika Ekspedisi |
Bagiku FOBI bukan sekedar tempat Upload foto atau alat bantu identifikasi.
lebih dari itu, FOBI (Foto Biodiversitas Indonesia) merupakan kumpulan orang-orang yang sudah aku anggap
sebagai pendukung (motifator) bagi perjalananku selama menunaikan kewajiban
belajar di kota Jogjakarta.
Oh ya, ngomong-ngomong soal FOBI, Seminggu lagi FOBI punya gawe ni, yaitu akan
melakukan Ekspedisi ke salah satu kawasan yang bertempat di Malang Jawa Timur,
lebih tepatnya Cangar. Dengar-dengar Cangar merupakan salah satu tempat
wisata dengan berbagai keindahan panoramanya yang di lengkapi dengan kolam
pemandian Air panas, selain itu juga merupakan Spot pengamatan yang sangat menarik bagi para pengamat Burung, karena memang ditempat tersebut dapat dengan mudah dijumpai
burung-burung yang
tergolong
langka dan sulit di temui di tempat lain, seperti Elang Jawa (Nisaetus
bartelsi), Anis sisik dan lainnya. serta terdapat pula salah satu jenis anggrek yang endemic
(Kata mas Imam), serta Flora dan Fauna lain yang tidak
kalah menarik.
Saat ini,
aku dan Mas Untung
yang pada saat itu berada di Taman kuliner telah sepakat
untuk mengikuti ekspedisi, setidaknya ada dua orang dari Biolaska yang mewakili. Sempat terfikir
untuk menggaet teman lain dari biolaska (mas nurdin dan mas avid)
sasaranya,
“ mang,.. kayak e nek Nurdin karo
mas Avid di ajak gak mungkin Nolak deh…..” ucapku pada bang un (sapaan
akrab mas Untung Sarmawi)
“di cobo ae…” jawab mang un
Setelah dari taman kuliner aku dan mang un bergegas Nyapen (datang ke Sapen
) yang selama ini menjadi pusat perkumpulan kroco-krocone Biolaska. Sesampainya
disana kami memamerkan hasil diskusi di TamKul (Taman Kuliner) perihal
Ekspedisi Perdana FOBI pada teman-teman lain.
“Dugaan ku benar…..” respon positif diperlihatkan oleh Teman-teman biolaska
“Aku melu…..aku melu…..” dengan penuh semangat Nurdin dan Avid menjawab
“ah…lega, ada 4 orang setidaknya bisa meramaikan cangar dengan ke-GeJe-an (kegokilan) yang kita punya…..
Hari demi hari terus berlalu, dan tanpa terasa Ekspedisi Cangar hanya
tinggal menunggu hitungan Jam. Sempat terselip rasa ragu untuk dapat mengikuti
Ekspedisi, karena selain Modal yang tak kunjung datang. masalah lain muncul karena hari ekspedisi
bertepatan dengan UTS (Ujian Tengah Semester) di UIN JOGJA, sedangkan segala upaya yang dilakukan untuk negosiasi
dengan Dosen yang bersangkutan di kampus tidak menemukan titik temu…” maklum
masih mahasiswa
Setelah berfikir
panjang sepanjang rel deket kos temenku,
akhirnya kuputuskan.
“Ah ya sudah !!!, apapun yang terjadi harus tetap berangkat Cangar….toh
Namaku juga sudah di catat sama penyelenggara….”soal kuliah bisa
di lobi setelah pulang…” Gumamku sambil meyakinkan diri
7 jam sebelum pemberangkatan
Aku masih dikontrakanku di Gowok D1 no: 171 sambil menunggu pakaian tempurku kering dari Jemuran,
masih terfikir akan dompet kosongku yang tak kunjung mendapatkan Tamu. Sambil
iseng iseng sms an dengan Mang Un.
“mang…..pye ki…..? urung ono sangu e……” tanyaku via sms
“ wes to….tenang ae….penting
mangkat, Soal sangu urusane Gusti Alloh” balasan sms dari Mang Un yang berusaha
membuat ku tenang.
“we ng di mang…?”
“sapen, rene ae….”
Seketika langsung kutancap gas menuju Sapen berharap mendapatkan solusi
dari para sesepuh. 15 menit kemudian sampailah aku di sapen …..
“Assalamualaikum…..”suaraku
lantang
“Wa’alaikumsalam”
serempak suara penghuni kos sapen Gk 1/524 menjawab dengan lemas
“hallo Boy….pye ? ono
sangu ta? Tanyaku pada mereka
“ podo ae jack….duwitku
tinggal satus” jawab nurdin
Eng ing eng……..seketika
teringat bahwa di ATM ku masih terselip saldo Rp. 118.000, wah kurang 2 ribu
lagi biar bisa di ambil 100. Kebetulan ATM ku bisa di sisain sampai 20.000,
langsung terfikir untuk minta transfer ke mang un
“ mang..aku ngko njalok
duitmu 2000 yo…, tp kirim neng ATM ku ” pintaku, sambil menjelaskan perihal ATM
“yo..gampang,” jawab
mang un
Wal hasil, setelah ngobrol ngalor ngidul,
waktu menunjukan pukul 20.00 WIB. Sudah saatnya siap-siap untuk segera
berangkat ekspedisi.
Segera perkumpulan
disudahi dan berpencar untuk saling mempersiapkan sarana dan prasarana
Ekspedisi.
Sesampainya dikontrakan
ternyata semua pakaian yang ada dijemuran basah karena Hujan. “Asem” ucapku
….karena serunya obrolan tadi sampai lupa kalau punya jemuran. Terpaksa pakai
jasa Setrika walaupun suara “nyossss…..nyoossssss” terus terdengar dari pakaian
yang dipaksa kering sebelum waktunya….
“kring….kringg….”
terdengar suara Sms dari mas Imam yang menjelaskan bahwa keberangkatan di undur
yang tadinya jam 10 menjadi jam 11.00 WIB, ah lumayan, masih ada waktu untuk
nyetrika dan maem bareng temen-temen biolaska yang sudah menunggu di tempat
makan.
“kring kring……” Hp
kembali berdendang, ternyata sms dari temen- temen yang sudah tak sabar
menunggu kedatanganku di warung makan (angkringan pramugari ). “ ok. Meluncur”
jawabku.
Tak terasa
keberangkatan tinggal hitungan menit, sembari sibuk menyrutup segelas es teh.
Akhirnya diputuskan untuk berkumpul di sapen. dan berangkat bareng ke Janti,
ditempat yang telah ditentukan oleh para Ekspeditioner dari Jogja.
“Setelah hidup dalam
kebimbangan selama beberapa hari, akhirnya jadi juga berangkat ke Malang”gumamku.
Perjalanan menuju ke
Malang dimulai dengan menunggu Bus sambil Gojek
Ria di pelataran depan sebuah rumah makan di janti. Sesuai kesepakatan
rapat sebelumnya, bahawa Tidak akan menaiki Bus yang ber-AC, tujuanya sih
sepele ‘ Agar tetap bisa mengisi tubuh dengan asupan Nikotin tentunya” (maklum
ahli hisab…hehe). Dan ternyata bus yang di maksud tidak kunjung datang, setelah
satu, dua, dan tiga bus yang lewat semua ber-AC, diputuskan kembali untuk
menaiki apapun adanya Bus yang lewat setelah itu. Sepersekian menit, kendaraan
pilihan datang dan bergegas saling bersalaman untuk berpamitan layaknya seorang
yang akan pergi ke medan peperangan. Sepintas suasana haru muncul ketika melihat
wajah-wajah para pengantar yang bakalan lama ditinggalkan.
“yah…..mau gimana
lagi…Ayo berangkat” dalam hati
Dan perjalanan panjang ke Malang dimulai dari
situ, namun perjalanan tak kuasa kutuliskan karena aku terlelap dalam nyanyian
suara knalpot bus jogja –surabaya.
“jok tangi….wes tekan
ki…….” Ucap seseorang membangunkanku
“ tekan ngendi ki”
tanyaku
“suroboyo” ayo pindah
bis ki……ucap nurdin
Dengan keadaan yang
masih setengah sadar karena nyawa emang belum terkumpul sepenuhnya, sliyungan, tergopoh-gopoh aku berjalan
keluar dari bus, dengan menggendong Tas berwarna biru di punggung berjalan menuju ruang tunggu bus yang menuju malang…
“Ki lho…. Golek udut ro ndem
ndeman (minuman bersoda)” ucap mang Un sambil menyodorkan uang Dua puluh
ribuan.
“ayo mas avid” ucapku
mengajak mas avid untuk menemani
Setelah muter-muter
se-isi terminal, ternyata minuman yang dimaksut tidak ada, entah karena memang
belum stok atau memang belum beredar disana. Akhirnya seadanya minuman bersoda
dan bungkusan kretek berwarna hijau di beli dan segera kembali ke barisan. Eh
ternyata dibelakangku ada mbak sitta PPBJ, karena merasa ga enak seolah selalu
di liat dengan raut menagih (maklum sang eksekutor)….ahirnya ku buka Dompet
kecil ku, dan ku ambil satu-satunya penunggu di dalamnya…
“Ki mbak sita….aku
urunan” sambil menyodorkan selembar seratus ribuan padanya, yang pada saat itu dia
menjabat sebagai Bendahara Ekspedisi (khusus Tim dari Jogja)
“oh…kowe urung to…”
jawabnya
“hehehehe” nyengir
karena merasa tersindir
“Ayo mlaku” ucap mas
Tom sambil mengangkat tas bawaanya untuk menuju Bis yang akan mengantarkan ke
malang
Setelah beberapa menit
sampailah di bus yang akan di naiki menuju malang, dan Tim Ekspeditioner jogja
siap go to cangar…..
Hanya dalam beberapa
jam TIM sampai dikota Apel (sebutan malang) dan langsung menyusuri Aspal (jalan
kaki) menuju Pos Tahura (Taman Hutan Raya). Ceprat- cepret di sepanjang
perjalanan tak bisa di elakkan, ya….sekedar mengabadikan moment berjalan
bersama para Bird watcher kawakan, heheeh…
Dari kejauhan terlihat
sesosok wajah yang tak asing yang terlihat menunggu kedatangan seseorang,
katakanlah namanya Bayu (arek malang) yang telah membantu terselenggaranya
Acara ekspedisi dimalang .
“Monggo-monggo….”
Diselingi senyuman kecil di bibir
“ahhhhhh…..akhirnya
sampai juga……” kira-kira pukul 10.00 WIB, sambil meletakan barang bawaan dan
melepas lelah
“yang lain mana?”
“perjalanan mas”
“pye nek madang disik?”
terlontar usulan menarik dari Bendahara Ekspedisi
“yo….ayo…..” sambil
saling liat, seolah di todong untuk
mbayari
setelah lama diskusi
tanpa ada hasil, dari seberang jalan terdengar suara
“arep do madang kene ra???”
panggil mas imam yang terlihat lebih raelistis untuk langsung menentukan tempat
makan…
“ok..” serempak
menjawab dan langsung bergegas menuju sebuah warung kecil di seberang jalan Pos
Tahura dan langsung pesen sana sini sambil bercengkerama dengan Tim Ekspedisi
lain seperti dari Jakarta (Boas dan adiknya
serta temen-temen malang). Lama
menunggu pesanan yang tak kunjung datang (maklum warung kecil dan hanya digawangi
dua orang yang terbilang veteran), hujan turun menghakimi orang-orang yang
makan diwarung kecil dan sadisnya atap warung tak mampu menahan laju air yang
datang silih berganti.
Dalam hati tertawa
melihat makanan yang notabene adalah lalapan menjadi makanan berkuah, ditambah
mantapnya suasana dingin karena punggung yang terasa dingin karena basah, benar
benar CANGAAAAAARRRRRR!!!!
Selesai makan dan
membayar, datanglah Kang Arman (salah satu anggota Tim dari Jogja) yang
ternyata baru selesai dari kamar mandi.
“Pesenanku endi?” Tanya
kang arman
“ lha…..waduh lali ra
di gaweke. Pesen ae maneh di bungkus” jawab bu bendahara
“ yoes ra usah lah, ku
mangan kono ae” jawab kang arman dengan ke-ikhlasan tingkat tinggi
Sementara itu didepan
kantor Tahura telah menunggu Sebuah Truck dengan Terpal di atasnya yang siap mengantar para Ekspeditor ke Cangar.
Segera Tim beserta peralatan dinaikan ke truck dan menata Truk yang basah
sedemikian rupa agar membuat nyaman selama perjalan. Dan Team siap mengarungi
jalanan menuju cangar.
Suasana dalam truk yang
basah dan jalanan yang berliku-liku
membuat ku terbangun dari tidur dan segera menuju bagian belakang truk
yang tidak tertutup terpal. “Subhalalllaaahhhhh……” pemandangan jalanan berliku
dikelilingi kebon apel menjadi hiburan tersendiri bagi perjalanan. Namun disisi
lain ada Dua orang dari team yang tidak mau disebutkan namanya mengalami MP
(Mabok Perjalanan)selama dalam truk. Ya….salah seorang memang lagi sakit, dan
satu lagi menemani yang sakit. Hehehhe “itulah
salah satu warna perjalanan…..”
Setelah lama menanti
dalam truk, sampailah Team dengan Selamat di Cangar. Segera team menurunkan
barang bawaan dari truk,. Arek malang
selaku tuan rumah langsung mempersilahkan masuk kedalam salah satu bangunan
istimewa yang ada di sana. Kejadian lucu pun terjadi…. Saat semua orang sibuk
menurunkan barang dan memasukkanya dalam ruangan, Entah sengaja atau tidak hasil dari “Utah-
Utahan” mabok perjalanan yang saat itu
terbungkus oleh plastic berwarna hitam
tertinggal dalam bak truk. Sontak pemilik Truk yang mengecek barang bawaan
berteriak
“ heeiiiii…..Ini minumanya siapa yang
tertinggal????” sambil memegangi kantong plastic seolah memegang es teh yang
segar.
“ eh iyo….punya ku……”
jawab salah satu anggota team sambil berlari seolah tidak memberi kesempatan
pada si empunya truk untuk melihat isi kantong
Sontak aku tertawa
terbahak melihat kejadian itu, andai saja si empunya truk melihat isi
plastiknya……hhhahahahaahhahah
“Aaahhhhhhhh” hela
nafas panjangku menghirup udara segar pegunungan…
Bergegas semua team
masuk ruangan (kantor Cangar) untuk meletakkan barang bawaan dan menandai
daerah territorial untuk kelompoknya. “Terlihat wajah-wajah lesu berbau
Capeknya perjalanan jauh”.
“Enak e tempat masak
neng di ki” Tanya Nurdin yang pada saat itu telah di plot sebagai Ujung tombak
Juru masaknya Jogja team.
“Kono ae din” tunjuk ku
kearah sebuah sudut ruangan
“yo ayoh di usungi
barang barange” balas nurdin
Puluhan Tabung gas
lengkap dengan Nasting nya dan sepaket perlengkapan masak beserta beberapa buah
tas dipindahkan ke sudut ruangan. Disudut lain terlihat berbagai kesibukan
seluruh anggota Ekspedisi FOBI menyiapkan dan menata perlengkapan yang telah
dibawa.
Setelah tata ruang
selesai, saatnya berkeliling di sekitar tempat menginap, ya…..bisa dibilang
proses adaptasi gitu…..
Langsung kutuju
belakang kantor yang terlihat lebat dengan pohon dan semak serta terdengarnya
suara gemericik air sungai menambah penasaranya hati akan temuan (burung yang
di maksud) yang menarik. Baru kira-kira lima langkah dari pintu belakang kantor
“Peeeerrrrr…………..’’
suara terbang burung
“Ueeeehhhhh!!!” sontak
keluar dari mulut karena kaget bercampur kagum melihat sepasang Sikatan belang
(burung) terbang sekitar 3 meter tepat didepan tempat ku berdiri
Saking senangnya
melihat itu, langsung kutancap gas lari kedalam kantor untuk mengambil senjata
utama ku (kamera) yang saat itu tertinggal dalam tas. Setelah beberapa menit
mengambil kamera, ternyata burung yang mau ku bidik hilang tak tau rimbanya….
“Aduuuuhhh kemana ya”
sesalku
Sambil tetap melirik
kesana sini berharap melihatnya kembali dengan jarak dekat. Hujan turun dengan
deras seolah tak memberiku kesempatan untuk kembali memasuki kantor. Saat itu
aku dan temen-temen biolaska duduk di emperan dibangunan sebelah kantor sambil
melihat Nurdin yang sibuk dengan Setting kameranya.
“Udan-udan enak e udut
iki” lontarku
“dijupuk ae udud e
jok….neng isor task u cilik” perintah mah avid sambil menunjukan tasnya
“Ok” jawabku
Tanpa Fikir panjang aku
langsung berlari mencoba menghindari tetesan hujan untuk mengambil udud di
dalam kantor. Ternyata didalam sudah ada “kang swiss” dari baluran yang sedang
asik ngobrol dengan Pak bas, mas imam, dan teman-teman lain.
“nang di yo?” cariku
mengolak alik tas sambil menutupi rasa malu, karena ternyata Tas yang hitam
kecil yang berisi rokok itu berada
ditengah-tengah kerumunan.
“pye bro???” Tanya mas
swiss sambil sapa
“sae mas” jawabku
sambil menjongkok untuk salaman
“Dewean ta mas? Gentian
aku yang bertanya
“iyo” balas mas swiss
“Neng di to mas
avid???” suaraku lantang sambil berdiri pura-pura bertanya karena “EWUH” mau
ambil rokok
“Yo neng kunu” jawab
avid
“Oh iki tooo” seolah
baru melihatnya
“amit mas mendet tas”
berlagak sopan heheh
Setelah tas berisi
amunisi ku dapat, aku segera merapat ke teman-temen biolaska di emperan dan
dimulailah ritual Nggelek “nglinting/membuat rokok sendiri” karena memang pada
saat itu kami telah memutuskan untuk membawa tembakau dalam upaya Hematisipasi
“ngirit/menekan pengeluaran”. Yaaaahhh….inilah biolaska. Kere ketemu hore”
ingatku akan ucapan mang un tempo hari.
Terdengar suara gelak
tawa dari dalam kantor setelah adanya kang swiss, dan membuat aku dan teman
teman tertarik untuk segera masuk dan bergabung didalamnya. Ya…bisa dibilang
memanfaatkan moment, mumpung ngumpul.
Kesan pertama canggung,
karena memang merasa kurang akrab dan kurang dalam hal ilmu, usia dan
sebagainya. Namun semakin lama semakin merasa nyaman dengan “kesantaian” yang
disuguhkan oleh para senior hingga tanpa terasa keakrapan itu terjalin dengan
sendirinya. Detik, menit dan jam terlalui dengan cerita dan tawa hingga malam
pun menyapa,
“kae mau mie karo kopi
soko mas swiss” ujar mas imam
“ awas nek kopine ra
entek….tak kon mangan bubuk e pokok e” sambung mas swiss sambil ketawa
“ oh siapp mas” balas
Nurdin yang memang hobi Ngopi
pemandian air panas menambah hangatnya suasana |
Dinginnya malam dan
panjangnya obrolan membuat inisiatif Nurdin selaku kepala perpawonan
mengusulkan untuk membuat kopi, segera di iyakan dan segera menyalakan kompor
mini yang ada. Sempat terfikirkan perihal air yang digunakan untuk memasak,
maklum berhubung tempatnya adalah pegunungan yang terdapat sumber pemandian air
panas yang tentunya mengandung belerang. Jadi kami berfikir bahwa semua air
mengandung belerang. Namun setelah ditanya ke Arek-arek malang yang biasa kita
sebut panitia, ternyata air yang sudah masuk rumah aman untuk digunakan
keperluan masak. Setelah air tersedia ujian lain muncul karena kompor yang
dibawa oleh biolaska rusak dan tidak bisa digunakan. Maklum barang
tua….akhirnya mas Tom (birdwacher Jogja) berbaik hati untuk mangambilkan kompor
lain milik mbak Nia (peneliti herpetology Jogja), namun sayang, kompor mbak nia
juga rusak. “Aduuuhhhh pye ki kok rusak kabeh” semua agak dibikin pusing dengan
kompor/nesting.
“Eng ing eeeenggg………”
muncul mas fian (Lutfian nadzar, seorang ekspeditor dari semarang) yang mencoba
memperbaiki kompor.
“ki lho pake punyaku…”
ujar mas Arman, yang tanpa disadari merupakan pahlawan selanjutnya karena hanya
kompornya yang bisa digunakan.
Dari ketiga kompor yang
ada ternyata hanya dua yang bisa digunakan. “Wahhhh” kopi pertama Cangar telah
tersaji, segera disuguhkan untuk para te-tua untuk sekedar menghangat kan
badan.
“mas ayo kumpul
pembukaan” ajak Heru yang merupakan pimpinan para arek malang
Segera teman-teman
berkumpul dalam satu lingkaran besar disisi sayap ruangan. Saling pandang dan
saling tunjuk sempat terjadi karena mungkin memang sifat saling ewuh atau
memang bingung siapa yang bakalan membuka acara. Karena memang acara Ekspedisi
tersebut bukan acara resmi, jadi tidak ada panitia, tidak ada peserta. Akhirnya
Heru selaku tuan rumah didaulat untuk membuka forum pada malam itu. Serta sedikit pengantar dari
pak Bas (selaku admin FOBI) dan teman-teman lain mengiringi salam perkenalan
tiap orang yang hadir. Setelah sedikit ulasan tentang FOBI dan sesi perkenalan
selasai diputuskan untuk Hunting malam“nyuluh” yang pertama.
Semangat sempat
terkikis oleh rasa lelah yang menyelimuti. Namun saat malas berkuasa, wajah
tercengang melihat Pak Bas yang telah memakai pakaian tempur lengkap dengan
senternya berdiri dengan gagah dan berkata “ayo”. Padahal sebelumya beliau
selalu berselimut Sarung karena kondisi tubuhnya yang kurang sehat. Melihat itu
semangat ku terbakar dan langsung bersiap untuk tempur(hunting).
Proses siap-siap yang
cukup lama membuat Tim UIN keluar paling terahir.
“lho kok sepi” ucapku
Survivle ala Ekspeditor |
“wes do mangkat” ucap
Heru yang pada saat itu bertugas menjaga kantor
“neng di ki enak e”
semua terlihat bingung karena hunting pertama ditempat yang sama sekali tidak
kenal medanya
“ngiri wae…sing nganan
wis akeh” usul Heru
“Yoes yoh” mang un
mengambil komando sambil berjalan kekiri
Sepi, gelap dan dingin.
Hanya suara jangkrik yang mengiringi. Sempat bingung mau ambil foto tentang
apa, karena selain hanya bermodal kamera manten (pocket) juga tidak semua
anggota tim membawa alat penerangan. Jadi Cuma nguntit dibelakang sambil
sesekali ikut nimbrung ngambil gambar. Karena dirasa bila hanya menyusuri jalan
tidak akan mendapatkan objek yang bagus, maka aku dan mang un berusaha untuk
mencari jalan masuk dalam hutan, setelah sebelumnya kang arman telah masuk
duluan di tempat yang berbeda.
“Ki ono dalan mudun”
ujar mang un
“ayo mang” jawabku
sambil nguntit dibelakangnya
“eh…kok ada gubug
kecil” dalam hati
“Opo mang?” tanyaku karena
melihat mang un memalingkan tubuh
“mbalik po??” jawab
mang un setelah menyadari bahwa itu tempat petilasan
“Opo to?” sahut arman
yang tiba-tiba datang dari belakang
“iki ki petilasan e”
mang un menambahi
“rap o-po, foto-foto
sekitar e wae” kata arman dengan gaya pemberani
Setelah beberapa saat …
“ayo munggah yo….”
Ajakku pada mereka setelah merasa tak ada objek yang didapat
“ayo’ sahut mereka
sambil jalan
Melihat waktu yang
sudah larut akhirnya team memutuskan untuk kembali ke kantor dan istirahat. Sesampainya
dikantor ternyata teman-teman lain telah sampai duluan disana sambil berkumpul
menceritakan temuanya masing-masing.
hari ke-2
Hari ini tim kami
memutuskan untuk berjalan searah dengan jalan yang dilewati ketika hunting
malam sebelumya, karena memang masih ada rasa penasaran yang menghinggapi. Watu
Ondo, itulah nama salah satu spot yang kita jadikan tujuan. Kawasan ini
memiliki keindahan dua air terjun dan aliran sungai serta kanopi hutan yang
rapat. Jalanan menuju air terjun tersusun dari bebatuan yang di susun
menyerupai tangga/Ondo (bahasa jawa). Disepanjang jalan dan daerah sekitar watu
ondo inilah saya dan teman-teman Pocketer (pembawa pocket hehehe)
mendedikasikan keberadaanya di cangar untuk hunting serangga khususnya
kupu-kupu, walau tidak dipungkiri sesekali mengambil foto burung dengan
menggunakan metode Digiscoping (menyambung kamera dengan binokuler).
Setelah istirahat
sebentar, tim melanjutkan perjalanan menuju Coban teyeng. Sepersekian menit
meninggalkan Watu ondo kaki ini terasa pliket (lengket-lengket gimana….)
ternyata setelah saya periksa, lengket itu berasal dari darah yang terus
mengalir akibat bekas gisan (gigitan+hisapan) pacet yang mengambil porsi makan
siangnya dari kaki ku.
” Wah !!! donor darah
iki” ucapku
“ngopo jok?” Tanya mas
avid
“ pacet mas” jawabku
“Mang un, keni tembakau
ne…!!! aku keno pacet ki ” panggilku sambil meminta
“Iki lho” uluran tangan
mang un yang mengasihkan potongan Cerutu dari kantong
“Mati o kowe” aku yang
nggedumel pada pacet sambil menetesinya dengan air tembakau. Dan ternyata
terbukti mustajab, seketika gigitan pacet itu dilepaskan
“Alhamdulillahhh…..”
ucap syukurku
Diperjalanan aku
tertawa sendiri bila melihat kang swiss ngosek-osek (memilah-milah) serasah
yang saat kutanya jawabanya adalah mencari kodok. Setelah beberapa kilo sampailah
di jalan menuju Coban teyeng. Ternyata tempatnya terlihat serem karena memang
pohonya besar-besar dengan udara yang lembab seolah daerah tak terjamah.
Untuk menghilangkan
lelah, muncul ide untuk membuat kopi. Karena memang sudah dipersiapkan bekal
berupa peralatan masak dan bahannya. Namun ditengah penantian air yang hampir
mendidih mendung mulai meneteskan airnya. Terpaksa membuat tenda sementara
diselingi kopi dan udut penghangat suasana.
Dirasa hujan telah
mereda tim bergegas kembali ke kantor untuk masak dan istirahat. Menghemat
tenaga untuk Ekspedisi malam.
Hari ke-4
Junonia iphita, eksotisme Cangar |
Dihari yang keempat ini
saya dan Nurdin, mang un dan mas avid sengaja tidak hunting kedalam hutan,
bahkan kita naik menuju perkampungan. Tujuan utamanya tidak lain adalah untuk
belanja dan mencari sinyal. Diperjalanan berangkat kita dikejutkan dengan
terlihatnya 2 ekor elang hitam dan 2 ekor elang jawa yang sedang soaring dan
sedang di mobbing(perilaku burung yang lebih kecil yang menyerang burung lebih
besar) oleh srigunting. Kejadian tersebut sempat sambil menyita perhatian kami.
Sambil ngopi, sambil ngamati……
Setelah berhasil
mendapat sinyal dan belanjaan, kita memutuskan untuk pulang ke kantor dengan
melewati jalan yang berbeda, ya…siapa tau ada objek yang menarik. Dalam
perjalanan yang diselingi guyonan itu, tak sengaja mata ini melihat jaring
panjang terpasang di antara pohon-pohon dengan satu ekor Cucak kutilang
tersangkut di dalamnya. Walahhhh!!!! Kerjaane sopo kie???(dalam hati)
Ayo di col kea e (ungkap
mang un dengan nada agak tinggi……(maklum bird wacher)heheheh)
“Ayo” jawab kami sambil
lihat kekiri dan kekanan berharap tidak ada yang sedang menjaga jarring
tersebut. Seketika Nurdin dengan nalurinya sebagai pecinta dan pangamat burung
menaiki pohon dan melepaskan si kutilang dari jarring. “Burrrrrr………..” suara
terbang burung pergi bersama leganya hati yang terpuaskan oleh perbuatan yang
bisa di bilang pelepasliaran itu. yang tertinggal hanya senyum dan beberapa
helai bulu yang terlepas dengan sedikit lumuran darah si kutilang. Setidaknya
dia masih bisa terbang bebas dan berkicau di alam.
Sambil jalan kita
saling melempar senyum menertawakan ekspresi yang akan terpancar dari si
pemasang jarring ketika melihat sisa bulu burung di jaringnya. Hahhahahaha.
Singkat cerita,
perjalanan panjang yang terasa singkat telah mencapai ujung batas waktu
ekspedisi. Kegilaan hari demi hari hanya ungkapan cinta.
Terima kasih untuk
temen2 malang, FOBI dan temen2 Biolaska ekspedisi
Mohon maaf, cerita
belum dapat diselesaikan.